A Trip To Tanjung Lesung (Part 3 – End)

Bangun pagi sekali di hari Minggu adalah ibarat di barak militer dan Ahad itu saya dibangunkan beberapa saat sebelum matahari muncul di ufuk timur. Terasa kesal namun jika mengingat tujuannya maka sekejap kesal itu hilang. Hari itu adalah hari terakhir kami di Tanjung Lesung. Sesuai rencana hari itu, kami akan berangkat ke pulau Haliyungan sepagi mungkin guna mengejar sunrise. Biaya menyeberang ke pulau adalah tujuh ratus ribu rupiah sudah termasuk sarapan, kelapa muda, perahu, dan snorkling. Jika dibagi sepuluh orang maka biaya per orang hanya tujuh puluh ribu.

Karena laut sedang surut maka kami bergantian menumpang sampan guna menuju kapal utama. Kapal itu memiliki satu nakhoda dan empat anak buah kapal yang memberi pelayanan ramah dan memuaskan.

Sekitar tiga puluh menit waktu yang diperlukan guna menggapai pulau tujuan. Setibanya di sana kami menemukan dua atau tiga tenda, yg sepertinya dipakai oleh sekelompok orang yang berkemah di pulau. Saat persiapan trip ini Dilla memang memberi info kepada kami bahwa tersedia jasa layanan untuk menginap di pulau, namun karena harus membawa tenda sendiri maka disepakati bahwa kami tidak akan menginap di pulau. Cukup merepotkan dan saat itu kami belum tahu kondisi medan di pulau seperti apa. Namun ketika melihat langsung bagaimana kondisi pulau dan lahan berkemahnya, terpikir juga untuk datang kembali ke tempat ini dan menginap di pulau, apalagi jika cuaca sedang bersahabat.

Seratusan meter ke arah timur dari tempat kapal di tambat kami menemukan pantai yang kami tuju. Cukup luas, bersih, namun penuh karang kecil. Segera saja masing-masing dari kami menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas.  Yang belum mandi, segera mandi di pantai.

Yang kelaparan, segera makan nasi bekal yang sudah masuk dalam biaya penyewaan perahu.

Membuka sesi foto aka sesi narsis.

Ada pula pasangan yang membangun suasana romantis. Membicarakan tentang keindahan alam atau masa depan hubungan mereka? hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Yang paling menarik adalah Wewe. Perhatikan foto ini

Ketika mengirim foto ini ke istrinya, istrinya menjawab: “rayuan gombal! Pasti biar dikasih ijin turing lagi tuh”. Mereka memang suami istri yang humoris 🙂

Ketika matahari sudah semakin memberi cahayanya kami memutuskan untuk segera kembali ke perahu dan menuju snorkling spot yang ada sekitar 15 menit dari tempat kami. Sebelum naik perahu tentu kami sempat berfoto dahulu.

Wildan dan Wewe ternyata tidak pandai berenang. Maka menjadi ketakutan tersendiri bagi mereka untuk snorkling ini, terutama Wildan. Tapi pada akhirnya semua dari kami menjajal untuk terjun ke laut bebas.

Wildan terlihat lega karena sudah berpegangan di tangga setelah asyik snorkling.

Sayangnya angin bertiup cukup kencang sehingga mengakibatkan ombak yang cukup tinggi. Durasi snorkling kamipun tidak berlangsung lama. Sambil menikmati air kelapa muda segar kami berlayar pulang dengan mengitari pulau. Suasana penuh canda dan raut wajah ceria hadir di masing-masing kami. Namun tidak lima belas menit kemudian dimana angin bertiup kencang dan ombak menggoyang kami cukup kencang. Tas dan perangkat kamera sampai harus dimasukkan ke dalam ruang nahkoda karena hempasan ombak cukup banyak masuk ke dalam perahu.

Ada kejadian menarik yang tidak terlupakan bagi kami semua dan tentu bagi Wildan saat itu. Wajahnya pucat pasi dan tidak berani berjalan menuju ruang nakhoda untuk “bersembunyi” seperti yang Wewe lakukan. Kemudian muncul slogan baru untuk Wildan setelah kejadian ini, jaya di darat, mengkeret di laut.

Saya termasuk yang kagum pada kemampuan riding Wildan. Jaya dia di darat.

Dan saya yang termasuk terbahak lebar melihat dia pucat pasi kala itu. Mengkeret di laut 🙂

*piss Kang Wil*

Tapi wajar jika ia menjadi seperti itu mengingat dia tidak bisa berenang meski memakai pelampung.

Untuk beberapa lama setelah tiba di penginapan kembali, Wildan masih terlihat lemas. Untung Wewe ada saat ini. Sahabat kami yang satu ini memang joker yang handal menyegarkan suasana. Kemudian setelah beristirahat dan packing barang bawaan masing-masing, jam 2 siang kami keluar penginapan untuk menuju Jakarta. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pemilik home stay dan berfoto bersama.

Sekedar catatan kecil, sepertinya home stay ini sering dipakai menginap oleh kru salah satu televisi swasta nasional karena banyak sekali dipajang pigura-pigura kru film dan aktifitas mereka selama di Tanjung Lesung. Dengan biaya sebesar300.000 rupiah per malam home stay ini termasuk nyaman dan rekomended.

Sebelum benar-benar meninggalkan kawasan Tanjung Lesung kami menikmati makan siang di warung nasi yang sama seperti kemarin. Pukul 14.30 kami melajukan sepeda motor kami untuk melahap jalanan sejauh lebih kurang 150 KM atau 6 jam. Kecuali Wildan yang kembali ke Bogor.

Lalu lintas sangat ramai dan bahkan di beberapa titik terjadi kemacetan. Namun syukurlah tidak ada halangan berarti sehingga kami semua sehat dan selamat sampai di tempat kami masing-masing. Terima kasih kepada Tuhan YME atas perjalanan ini.

#LensaTuring

* Seluruh foto dalam seri tulisan A Trip To Tanjung Lesung adalah koleksi Roy Praseyto, Arry, Milan, Thessa untuk Lensa Turing.

Tagged , , , ,

6 thoughts on “A Trip To Tanjung Lesung (Part 3 – End)

  1. Si Jago Berenang.. says:

    Pertamax gan… :p

  2. ipung says:

    mantabbb gan #salam2jari

  3. Esmi says:

    boleh minta cp sewa kapalnya nggak? Terima kasih..

  4. AEP says:

    Hallo agan agan semua, siapa saja butuh info homestay di tanjung lesung call me AEP. +62818748113. yang sesuai dengan budget kita semua

  5. Angga Susanto says:

    Mas klo tiket masuknya ke tanjung lesung tuh brp yah???
    Tolong berikan perincian. Harga fasilitas yg ada di sana

Leave a reply to Si Jago Berenang.. Cancel reply